IMMANUEL KANT
Langit Berbintang di Atasku Hukum Moral di Batinku
Penulis/Penyusun Hawasi, S.S,
diterbitkan oleh Poliyama Widyapustaka, Jakarta, Oktober 2003
Harga : Rp 6.900,-
Immanuel Kant lahir pada tahun 1724 di kota Konigsberg di Prussia Timur. Latar belakang keluarganya sangat religius, dan keyakinan agamanya menjadi latar belakang penting bagi filsafatnya dikemudian hari. Kant tidak menikah dan mencurahkan seluruh waktu dan tenaganya untuk menelaah dan mengarang karya-karyanya, berpikir berjam-jam dan menulis. Ia jarang keluar dari kota kelahirannya, Konigsberg, dan tidak pernah keluar dari propinsi kelahirannya, Prusia Timur sampai Kant meninggal pada usia 80 tahun pada tahun 1804.
Abad ke-18 dikenal dengan abad pencerahan. Menurut Imanuel Kant, zaman pencerahan adalah zaman dimana manusia keluar dari keadaan tidak akil balik. Manusia telah berani untuk berpikir sendiri. Oleh karena itu, semboyan zaman pencerahan berbunyi :”Separe aude !” (beranilah berpikir !).
Kant tidak disangsikan sebagai filsuf terbesar dalam sejarah filsafat sejarah modern. Kemunculan Kant memulai suatu zaman baru, sebab filsafatnya mengantarkan gagasan baru yang memberikan arah kepada segala pemikiran filsafati di zaman kemudian. Kant berusaha untuk melakukan suatu sintesa baru terhadap kecenderungan filsafat pada waktu itu yang terbelah menjadi dua titik ekstrim, yaitu rasionalisme dan empirisme.
Sintesa Kant sering disebut dengan ‘Kritisme’ sebagai kritik terhadap filsafat sebelumnya yang bersifat ‘dogmatis’. Kant adalah filsuf paling besar pengaruhnya dalam 500 tahun terakhir. Kant telah merevolusi pengertian kita tentang ilmu pengetahuan sehingga Kant sendiri menyebut gagasannya sebagai “suatu Revolusi Kopernikan”. Kant juga dikenal dengan teori etikanya yang disebut imperatif kategoris dan merupakan suatu teori yang paling radikal dalam bidang etika dengan penekanannya kepada otonomi individu dalam mengambil keputusan moral.
Pikiran manusia, kata Kant, bukanlah pasif yang hanya menerima fenomena dari luar. Dalam hal berpikir manusia tidak semata menerima kesan-kesan indrawi tetapi juga membuat keputusan tentang apa yang kita alami. Pikiran meninggalkan jejaknya pada cara kita mendalami dunia.
Kita dapat membandingkan dengan apa yang terjadi ketika kita menuangkan air ke dalam sebuah kendi. Bentuk air mengikuti bentuk kendi tersebut. Begitu pula cara persepsi kita dengan ‘bentuk-bentuk intuisi’ kita. Kant menambahkan bahwa bukan hanya pikiran yang menyesuaikan diri dengan segala sesuatu. Segala sesuatu itu sendiri menyesuaikan diri dengan pikiran.
Dalam filsafat moralnya Kant mengatakan bahwa kesadaran moral adalah fakta yang tidak dapat dibantah meskipun bukan objek indrawi, namun membuka kenyataan bidang realitas adi-indrawi. Sejauh seseorang berkehendak baik, ia baik, tanpa pembatasan. Kehendak baik itu selalu baik dan dalam kebaikannya tidak tergantung pada sesuatu diluarnya (otonom). Syarat kebaikan berbagai sifat yang ada pada manusia harus dimulai dari kehendak baik, itu prinsip Kant. Manusia tidak hanya tertarik untuk berbuatyang baik, tetapi juga tertarik untuk melakukan penyimpanan dan berbuat kejahatan. Itulah sebabnya akal budi praktis menyatakan diri dalam bentuk kewajiban. Kant selalu merasa bahwa bahwa perbedaan antara benar dan salah adalah masalah akal, bukan perasaan.
Kant memberi komentar tentang manusia, bahwa manusia harus selalu memanusiakan dirinya. Karena menurutnya, keadaan dasar manusia bersifat hewani, maka tugas manusia untuk selalu memanusiawikan dan mengatasi sifat kebinatangannya. Mengolah bahan kasar hakekat manusia menjadi manusia bertanggung jawab yang berprikemanusiaan disebut oleh Kant sebagai budaya atau kultur. Disinilah hukum moral bagi manusia dalam proses kebudayaan.
Langit Berbintang di Atasku Hukum Moral di Batinku
Penulis/Penyusun Hawasi, S.S,
diterbitkan oleh Poliyama Widyapustaka, Jakarta, Oktober 2003
Harga : Rp 6.900,-
Immanuel Kant lahir pada tahun 1724 di kota Konigsberg di Prussia Timur. Latar belakang keluarganya sangat religius, dan keyakinan agamanya menjadi latar belakang penting bagi filsafatnya dikemudian hari. Kant tidak menikah dan mencurahkan seluruh waktu dan tenaganya untuk menelaah dan mengarang karya-karyanya, berpikir berjam-jam dan menulis. Ia jarang keluar dari kota kelahirannya, Konigsberg, dan tidak pernah keluar dari propinsi kelahirannya, Prusia Timur sampai Kant meninggal pada usia 80 tahun pada tahun 1804.
Abad ke-18 dikenal dengan abad pencerahan. Menurut Imanuel Kant, zaman pencerahan adalah zaman dimana manusia keluar dari keadaan tidak akil balik. Manusia telah berani untuk berpikir sendiri. Oleh karena itu, semboyan zaman pencerahan berbunyi :”Separe aude !” (beranilah berpikir !).
Kant tidak disangsikan sebagai filsuf terbesar dalam sejarah filsafat sejarah modern. Kemunculan Kant memulai suatu zaman baru, sebab filsafatnya mengantarkan gagasan baru yang memberikan arah kepada segala pemikiran filsafati di zaman kemudian. Kant berusaha untuk melakukan suatu sintesa baru terhadap kecenderungan filsafat pada waktu itu yang terbelah menjadi dua titik ekstrim, yaitu rasionalisme dan empirisme.
Sintesa Kant sering disebut dengan ‘Kritisme’ sebagai kritik terhadap filsafat sebelumnya yang bersifat ‘dogmatis’. Kant adalah filsuf paling besar pengaruhnya dalam 500 tahun terakhir. Kant telah merevolusi pengertian kita tentang ilmu pengetahuan sehingga Kant sendiri menyebut gagasannya sebagai “suatu Revolusi Kopernikan”. Kant juga dikenal dengan teori etikanya yang disebut imperatif kategoris dan merupakan suatu teori yang paling radikal dalam bidang etika dengan penekanannya kepada otonomi individu dalam mengambil keputusan moral.
Pikiran manusia, kata Kant, bukanlah pasif yang hanya menerima fenomena dari luar. Dalam hal berpikir manusia tidak semata menerima kesan-kesan indrawi tetapi juga membuat keputusan tentang apa yang kita alami. Pikiran meninggalkan jejaknya pada cara kita mendalami dunia.
Kita dapat membandingkan dengan apa yang terjadi ketika kita menuangkan air ke dalam sebuah kendi. Bentuk air mengikuti bentuk kendi tersebut. Begitu pula cara persepsi kita dengan ‘bentuk-bentuk intuisi’ kita. Kant menambahkan bahwa bukan hanya pikiran yang menyesuaikan diri dengan segala sesuatu. Segala sesuatu itu sendiri menyesuaikan diri dengan pikiran.
Dalam filsafat moralnya Kant mengatakan bahwa kesadaran moral adalah fakta yang tidak dapat dibantah meskipun bukan objek indrawi, namun membuka kenyataan bidang realitas adi-indrawi. Sejauh seseorang berkehendak baik, ia baik, tanpa pembatasan. Kehendak baik itu selalu baik dan dalam kebaikannya tidak tergantung pada sesuatu diluarnya (otonom). Syarat kebaikan berbagai sifat yang ada pada manusia harus dimulai dari kehendak baik, itu prinsip Kant. Manusia tidak hanya tertarik untuk berbuatyang baik, tetapi juga tertarik untuk melakukan penyimpanan dan berbuat kejahatan. Itulah sebabnya akal budi praktis menyatakan diri dalam bentuk kewajiban. Kant selalu merasa bahwa bahwa perbedaan antara benar dan salah adalah masalah akal, bukan perasaan.
Kant memberi komentar tentang manusia, bahwa manusia harus selalu memanusiakan dirinya. Karena menurutnya, keadaan dasar manusia bersifat hewani, maka tugas manusia untuk selalu memanusiawikan dan mengatasi sifat kebinatangannya. Mengolah bahan kasar hakekat manusia menjadi manusia bertanggung jawab yang berprikemanusiaan disebut oleh Kant sebagai budaya atau kultur. Disinilah hukum moral bagi manusia dalam proses kebudayaan.
1 Comments:
At 5:34 AM , riversparrowsumbayak said...
keren,bah :D
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home