Kepemimpinan Yang Melayani
Nomi BR Sinulingga
Kata pelayan dan pemimpin biasanya dianggap sebagai dua kata yang saling berlawanan, paradoks. Gagasan kepemimpinan pelayan (Servant Leadership) dimunculkan pertama pada tahun 1970 melalui sebuah essay oleh Robert Greenleaf (1904 - 1990) dengan judul “The Servant as Leader”. Ia selama 40 tahun berkarir di AT&T dalam bidang riset managemen, pengembangan dan pendidikan. Ide kepemimpinan pelayan merupakan hasil dari pengalamannya bekerja di dalam suatu organisasi yang sangat besar.
Kita telah kehilangan makna kata menjadi besar. Kebesaran tampaknya dikaitkan dengan pengakuan nama dan status sosial. Gereja dan organisasi kristen telah menjadi terlalu mirip dengan dunia. Kita memberi label besar/agung kepada mereka yang menumbuhkan organisasi yang terbesar atau yang mengumpulkan orang yang terbanyak. Kita menghormati mereka yang menduduki tempat yang penuh kuasa.
Pada masa Tuhan Yesus, satu-satunya lembaga yang ditentang-Nya adalah lembaga agama. Dia mengabaikan pemerintah Romawi dan tidak memperhatikan pejabat lokal. Dia secara langsung menentang ahli-ahli Taurat dan Farisi. Gereja harus lebih berhati-hati dibandingkan dengan organisasi lain. John Stott menyatakan bahwa model kepemimpinan dalam masyarakat Kristen lebih banyak ditentukan oleh budaya dari pada oleh Kristus. Budaya diterapkan secara tidak kritis di gereja dan hirarkinya, walaupun sesungguhnya tidak sejalan dengan gagasan hamba yang dikemukakan oleh Yesus Kristus.
Kepemimpinan Yesus
Yesus tidak menggunakan kuasa untuk kepentingan diriNya sendiri. Teladan yang paling besar dan paling jelas dari kepemimpinan adalah pribadi Yesus Kristus. Untuk lebih memahami kepemimpinan, kita perlu belajar dari kehidupan Yesus sendiri. Untuk ini perlu pembahasan yang luas sekali dan pembelajaran seumur hidup. Tetapi itu bukan membuat kita pesimis mempelajari kepemimpinan Yesus.
Injil Markus merupakan injil yang melihat Yesus sebagai pemimpin tertinggi yang melayani dan lebih menekankan Yesus sebagai model bagi orang banyak. Markus 9:35, … "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya." Markus 9:37, "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku."
Biasanya orang mengukur kebesaran dengan kemampuan untuk mengontrol akses kepada sumber kuasa. Namun Yesus memberikan gambaran yang sama sekali berbeda. Karena ukuran menjadi besar adalah membangun orang lain. Yesus memerintahkan untuk menyambut anak kecil yang lemah dan tidak mempunyai pengaruh sama sekali, dan jangan menyesatkan anak kecil yang percaya (Mark 9 : 42).
Sikap terhadap orang yang dianggap tidak penting, sikap terhadap orang luar dan sikap terhadap pengikut memperlihatkan kepemimpinan seseorang. Yesus membalikkan gagasan tentang kuasa. Dalam teladan Yesus, kuasa diukur dengan mengambil tempat terakhir, total komitmen untuk menerima yang kecil, simpati dan keterbukaan kepada sesama. Pemimpin sejati memiliki kerinduan akan kemurnian pribadi, keras dengan diri sendiri tetapi lembut kepada orang lain.
Manusia bisa menjadi pemimpin yang sejati
Mengambil contoh kepemimpinan Yesus, sering mendapat respon ”Itukan Yesus, saya hanya manusia berdosa yang tidak mungkin seperti Yesus“. Kita dimampukan oleh Allah untuk mulai melihat keluar dari diri kita. Pemimpin yang sejati mengalami sukacita menyaksikan pengikutnya bertumbuh lebih besar dari dirinya sendiri. Pemimpin yang lebih muda tidak dianggap sebagai saingan tetapi justru sebagai buah dari pekerjaan baik mereka. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh orang yang dipimpinnya.
seorang pemimpin sejati memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelompoknya. Hal ini sejalan dengan buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam Diri Anda (Jakarta: Binarupa Aksara).
Pemimpin yang melayani akan memimpin dari dalam dengan usaha mereka yang penuh dedikasi untuk membangun tubuh Kristus. Melalui pelayanan yang penuh kasih, pemimpin memberi contoh sehingga orang lain menerima dan mengikuti. Sebagai hasilnya, kepemimpinan yang melayani akan menular, mengalir dari satu orang kepada orang yang lain sampai hal itu merembes pada gereja keseluruhan.
Jika Tuhan melayani siapakah kita sehingga tidak melayani ?
Nomi BR Sinulingga
Kata pelayan dan pemimpin biasanya dianggap sebagai dua kata yang saling berlawanan, paradoks. Gagasan kepemimpinan pelayan (Servant Leadership) dimunculkan pertama pada tahun 1970 melalui sebuah essay oleh Robert Greenleaf (1904 - 1990) dengan judul “The Servant as Leader”. Ia selama 40 tahun berkarir di AT&T dalam bidang riset managemen, pengembangan dan pendidikan. Ide kepemimpinan pelayan merupakan hasil dari pengalamannya bekerja di dalam suatu organisasi yang sangat besar.
Kita telah kehilangan makna kata menjadi besar. Kebesaran tampaknya dikaitkan dengan pengakuan nama dan status sosial. Gereja dan organisasi kristen telah menjadi terlalu mirip dengan dunia. Kita memberi label besar/agung kepada mereka yang menumbuhkan organisasi yang terbesar atau yang mengumpulkan orang yang terbanyak. Kita menghormati mereka yang menduduki tempat yang penuh kuasa.
Pada masa Tuhan Yesus, satu-satunya lembaga yang ditentang-Nya adalah lembaga agama. Dia mengabaikan pemerintah Romawi dan tidak memperhatikan pejabat lokal. Dia secara langsung menentang ahli-ahli Taurat dan Farisi. Gereja harus lebih berhati-hati dibandingkan dengan organisasi lain. John Stott menyatakan bahwa model kepemimpinan dalam masyarakat Kristen lebih banyak ditentukan oleh budaya dari pada oleh Kristus. Budaya diterapkan secara tidak kritis di gereja dan hirarkinya, walaupun sesungguhnya tidak sejalan dengan gagasan hamba yang dikemukakan oleh Yesus Kristus.
Kepemimpinan Yesus
Yesus tidak menggunakan kuasa untuk kepentingan diriNya sendiri. Teladan yang paling besar dan paling jelas dari kepemimpinan adalah pribadi Yesus Kristus. Untuk lebih memahami kepemimpinan, kita perlu belajar dari kehidupan Yesus sendiri. Untuk ini perlu pembahasan yang luas sekali dan pembelajaran seumur hidup. Tetapi itu bukan membuat kita pesimis mempelajari kepemimpinan Yesus.
Injil Markus merupakan injil yang melihat Yesus sebagai pemimpin tertinggi yang melayani dan lebih menekankan Yesus sebagai model bagi orang banyak. Markus 9:35, … "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya." Markus 9:37, "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku."
Biasanya orang mengukur kebesaran dengan kemampuan untuk mengontrol akses kepada sumber kuasa. Namun Yesus memberikan gambaran yang sama sekali berbeda. Karena ukuran menjadi besar adalah membangun orang lain. Yesus memerintahkan untuk menyambut anak kecil yang lemah dan tidak mempunyai pengaruh sama sekali, dan jangan menyesatkan anak kecil yang percaya (Mark 9 : 42).
Sikap terhadap orang yang dianggap tidak penting, sikap terhadap orang luar dan sikap terhadap pengikut memperlihatkan kepemimpinan seseorang. Yesus membalikkan gagasan tentang kuasa. Dalam teladan Yesus, kuasa diukur dengan mengambil tempat terakhir, total komitmen untuk menerima yang kecil, simpati dan keterbukaan kepada sesama. Pemimpin sejati memiliki kerinduan akan kemurnian pribadi, keras dengan diri sendiri tetapi lembut kepada orang lain.
Manusia bisa menjadi pemimpin yang sejati
Mengambil contoh kepemimpinan Yesus, sering mendapat respon ”Itukan Yesus, saya hanya manusia berdosa yang tidak mungkin seperti Yesus“. Kita dimampukan oleh Allah untuk mulai melihat keluar dari diri kita. Pemimpin yang sejati mengalami sukacita menyaksikan pengikutnya bertumbuh lebih besar dari dirinya sendiri. Pemimpin yang lebih muda tidak dianggap sebagai saingan tetapi justru sebagai buah dari pekerjaan baik mereka. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh orang yang dipimpinnya.
seorang pemimpin sejati memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelompoknya. Hal ini sejalan dengan buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam Diri Anda (Jakarta: Binarupa Aksara).
Pemimpin yang melayani akan memimpin dari dalam dengan usaha mereka yang penuh dedikasi untuk membangun tubuh Kristus. Melalui pelayanan yang penuh kasih, pemimpin memberi contoh sehingga orang lain menerima dan mengikuti. Sebagai hasilnya, kepemimpinan yang melayani akan menular, mengalir dari satu orang kepada orang yang lain sampai hal itu merembes pada gereja keseluruhan.
Jika Tuhan melayani siapakah kita sehingga tidak melayani ?
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home