by : Irna Rehmin Br Sinulingga (Bandung)
Tanah Karo memiliki tiga jenis objek wisata, yaitu: wisata alam, budaya dan agro wisata. Desa Lingga sudah lama dikenal sebagai objek wisata budaya di Tanah Karo. Potensi yang cukup besar di sektor pariwisata merupakan satu potensi pemasukan pendapatan asli daerah. Namun sejauh ini pemasukan kas daerah dari hasil retribusi sektor itu relatif kecil. Hal ini tentunya sangat berkaitan dengan minimnya jumlah pengunjung ke objek wisata. Hal ini tidak terlepas karena kurangnya dukungan sarana maupun prasarana yang tersedia di objek wisata serta daya tarik lainnya, seperti penampilan hiburan yang bernuansa budaya dan hiburan lainnya yang dapat membuat wisatawan betah berkunjung ke daerah ini.
Kendala-kendala dalam pengembangan wisata budaya tanah Karo
Beberapa hal yang menyebabkan wisata budaya Karo kurang berkembang dan mulai hilang, yaitu antara lain: Kurang optimalnya pemberdayaan SDM, tidak adanya citra wisata budaya Tanah Karo selama ini, sarana dan prasarana tidak memadai dan kurangnya sistem informasi.
Kesiapan masyarakat merupakan sesuatu yang penting, karena tanpa dukungan masyarakat kegiatan wisata budaya ini tidak akan berlangsung dengan baik. Oleh sebab itu masyarakat Karo harus diberi penyuluhan untuk mempertahankan budaya Karo. Dengan mempertahankannya, maka kelestarian budaya akan tetap terjaga dan hal ini merupakan modal dasar untuk menjadikan desa Lingga sebagai daerah wisata budaya.
Citra sangatlah penting dalam merancang suatu daerah wisata. Dari survey yang penulis lakukan, maka citra yang cukup tepat untuk daerah wisata Desa Lingga adalah unik, etnik dan tradisional. Dikatakan unik karena merupakan salah satu budaya Indonesia yang masih terjaga yang hanya terdapat di Tanah Karo dan tidak bisa ditemukan di daerah lain. Hasil-hasil kebudayaannya bersifat etnik, kata tradisional diambil dari sikap dan cara berpikir masyarakatnya, serta dalam bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun.
Perbaikan sarana dan prasarana sangat penting diperhatikan untuk mendukung sector pariwisata. Seperti jalan, kamar mandi, daerah parkir serta memperbaiki objek-objek wisata yang telah rusak seperti: rumah adat, lesung, geriten, sapo page dan sebagainya.
Sistem dan sumber informasi yang tepat dan akurat memberikan informasi mengenai pariwisata yang ada di tanah Karo sangat penting dalam mengembangkan objek wisata yang ada. Saat ini sumber informasi mengenai keunikan objek wisata Lingga dan bagaimana cara wisatawan mengakses daerah tujuan wisata tersebut sangat minim. Informasi yang mudah diperoleh mengenai hal-hal ini sangat penting diperhatikan dalam memajukan objek wisata yang ada di Tanah Karo.
Strategi Pengembangan Wisata Budaya Desa Lingga
Yang perlu dilakukan untuk mempertahankan wisata budaya Lingga atau Tanah Karo secara umum yaitu dengan membuat sistem informasi dan strategi promosi. Kedua hal ini sangat berkaitan. Membuat sistem informasi artinya membenahi lokasi wisata, yaitu membenahi daerah Lingga. Pembenahan daerah Lingga tidak cukup hanya dengan memperbaiki rumah adat, tetapi banyak hal yang perlu diperbaharui. Mulai dari Gapura desa Lingga, petunjuk arah (sign system), renovasi /penataan museum desa Lingga, pembenahan Geriten, Lesung, Sapo Page, peta yang aktual. Juga dibutuhkan aktivitas yang menarik dari kebudayaan suku Karo, seperti belajar tarian Karo, belajar menenun, menganyam, foto dengan pakaian adat Karo dan sebagainya.
Jika daerah Lingga sudah mulai dibenahi maka promosi akan dilakukan melalui media yang tepat. Selama ini promosi wisata yang dilakukan pemerintah (Dinas Pariwisata) hanya lewat poster, brosur, website yang dititipkan ke Pemkab Karo dan sebagainya. Pemerintah berkeinginan agar jumlah pengunjung meningkat, oleh sebab itu tidak cukup jika hanya lewat media tersebut. Sebaiknya perlu dipikirkan dan dipertimbangkan kembali, kepada siapa kita akan berpromosi, apa yang akan ditawarkan, kapan kita akan berpromosi, dimana kita mempromosikannya, dan bagaimana cara kita mempromosikannya. Oleh sebab itu sebaiknya media promosi ditambah, seperti booklet, brosur, leaflet, iklan majalah, iklan koran, spanduk, poster dan sebagainya.
Gapura merupakan letak kesan pertama wisatawan ketika berkunjung ke desa Lingga. Gapura yang unik, etnik dan menarik akan mampu mengubah pikiran wisatawan mengenai wisata budaya Tanah Karo kearah nilai-nilai positif. Setelah lewat Gapura dibutuhkan petunjuk arah (sign system) agar wisatawan tahu dan tidak salah jalan, dengan petunjuk arah wisatawan tahu apakah ia akan kerumah adat, ke geriten atau ke Sapo Page dan sebagainya. Dari survey yang penulis lakukan, jumlah guide yang ada di desa Lingga hanya satu-dua orang. Dengan adanya petunjuk arah, wisatawan bisa dengan sendirinya menemukan objek-objek wisata.
Pengadaan peta daerah Tanah Karo sampai peta desa Lingga yang akurat dan jelas, akan memudahkan wisatawan menemukan daerah objek wisata budaya, khususnya daerah Lingga yang terkenal dengan Rumah Adat dan objek-objek lainnya yang cukup bernilai.
Biasanya wisatawan mau mengeluarkan biaya yang banyak untuk mendapatkan sesuatu yang menarik, sesuatu yang belum pernah mereka lihat atau temukan. Oleh sebab itu perlu dibuat sebuah tiket dan kartu pengunjung. Di kartu pengunjung tersebut, wisatawan dapat mengetahui apa saja yang mereka bisa lakukan di desa Lingga. Dengan kartu tersebut mereka bisa melihat atau menyaksikan beberapa atraksi selama ia berada di desa Lingga.
Melihat rumah adat yang sudah berumur kira-kira 250 tahun tidaklah cukup bagi wisatawan. Oleh sebab itu pemerintah harus bekerja sama dengan masyarakat desa Lingga dengan cara menggerakkan para orang tua yang sudah tidak sanggup pergi keladang, untuk menganyam tikar dan sumpit serta menenun kain di rumah adat. Dirumah adat disediakan alat menenun berlebih agar wisatawan dapat belajar menenun satu atau dua jam. Selain wisatawan bisa belajar menganyam dan menenun, mereka juga bisa berfoto di rumah adat Karo dengan memakai pakaian tradisional Karo.
Setiap malam Minggu wisatawan bisa belajar tari tarian Karo bersama muda mudi Karo (menurut beberapa pendapat masyarakat Lingga, dulu muda-mudi belajar tarian Karo setiap malam Minggu di Geriten besar atau di Jambur). Dengan melibatkan wisatawan dalam aktivitas masyarakat Karo, maka akan membuat wisatawan betah dan akan kembali lagi untuk berkunjung di liburan selanjutnya.
Website sangatlah penting dalam dunia pariwisata apalagi jika target pasarnya adalah orang-orang diluar Tanah Karo. Isi website tidak cukup hanya wisata apa saja yang ada di Tanah Karo tetapi harus mendetail, seperti angkutan apa yang akan menuju daerah wisata tersebut, peta desa Lingga, aktivitas apa saja yang ada disana, jam berkunjung dan lain-lain.
Suvenir (cendera mata) perlu ditingkatkan. Suvenir tidak hanya ditemukan di Berastagi tetapi di desa Lingga juga bisa ditemukan toko suvenir. Suvenir yang dijual bukan hanya keanekaragaman bentuk-bentuk karya tradisional Karo dengan harga yang mahal. Tetapi perlu dipertimbangkan dengan barang-barang yang harganya cukup murah seperti: stiker, pin, topi, gantungan kunci, mug sampai tas belanja yang dibuat menarik, unik dan khas Karo. Barang-barang unik dengan harga yang murah bisa membuat wisatawan membeli dalam jumlah banyak untuk dibagikan kepada teman-teman ketika mereka kembali ke kota mereka. Hal ini akan membuat orang-orang disekitar mereka mengenal dan tahu tentang daerah wisata budaya Tanah Karo.
Simbol-simbol atau ornamen-ornamen budaya kita sangatlah unik, menarik dan memiliki nilai-nilai filosofis yang sangat tinggi. Oleh sebab itu dalam perancangan wisata ini bisa mengangkat beberapa ornamen Karo. Warna yang digunakan adalah warna-warna yang berhubungan dengan Tanah Karo, yaitu merah, kuning, hijau, biru, hitam dan putih.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home