NdCharo, Buku & Artikel

"Aku ingin menjadi seorang yang menulis karena berkembang, dan berkembang karena menulis" kutipan dari Santo Agustinus

Friday, November 09, 2007

Judul Buku : Cinta, Kekuasaan & Keadilan
Penulis : PAUL TILLICH
Penerbit : Pustaka Eureka , Surabaya
Jumlah Hal : 155 halaman.

Buku ini membahas tentang Cinta, Kekuasaan dan Keadilan dimana dilakukan pembahasan untuk masing-masing dan kemudian relasinya. Memahami isi buku ini sedikit membuat kening berkerut karena bagiku banyak sekali istilah yang tidak dipahami. Tetapi ketika sedikit memahaminya sudah memberikan pengetahuan yang besar bagiku. Bagi Tillich satu-satunya jalan keluar untuk mengatasi kesulitan pembahasan adalah dengan membatasi ruang lingkupnya pada analisis ontologis dasar terhadap tiga konsep itu. Kemudian diberikan beberapa penerapan dari konsep-konsep itu, yang dielaborasi melalui prosedur-prosedur intelektual yang sistematis.

Ontologi adalah jabaran dari kata ’logos’ dan ’on’, yang membalut makna ”ada seperti adanya”. Ontologi tidak berusaha memaparkan hakikat ada, baik dalam sifat generik, universal, maupun dalam manifestasi historis, individualnya. Ontologi mengajukan pertanyaan sederhana tapi amat sulit: Apa arti ada? Secara metafisis, cinta, kekuasaan dan keadilan itu setua ada itu sendiri.

Kehidupan ada dalam aktualitas dan cinta merupakan kekuasaan penggerak kehidupan. Cinta merupakan pendorong menuju penyatuan dari yang terpisah-pisah. Menyatukan apa yang secara esensial terpisah adalah mustahil. Akan tetapi sesuatu yang diasingkan akan berusaha keras untuk menyatu kembali.

Dalam kehidupan sehari-hari, kata cinta mendatangkan kehangatan, kegairahan, kebahagiaan, kecukupan manakala ia digunakan. Ia mengingatkan masa lalu, masa kini dan masa mendatang tentang mencinta dan dicinta. Dengan demikian, sepertinya makna dasar kata cinta adalah kekuatan emosional. Ada interpretasi lain terhadap kata cinta yang bukan bersifat emosi, melainkan etika. Kita suci memerintahkan siapapun untuk mencintai Tuhan dengan sepenuh hati dan mencintai tetangga seperti diri sendiri. Perasaan atau emosi tidak bisa diwajibkan.

Makna kekuasaan dalam bidang sosial sarat dengan kerancuan, hubungan antara kekuasaan (power) dan daya (force). Dualitas ini nyaris hanya terbatas pada bidang kemanusiaan, yakni mahluk yang wataknya adalah kebebasan terbatas, perbedaan antara kekuasaan dan daya mempunyai makna. Istilah ”politik kekuasaan” digunakan untuk jenis politik tertentu, yakni jenis politik yang disitu kekuasaan dipisahkan dari keadilan dan cinta, dan diidentikkan dengan pemaksaan. Jika kekuasaan dipisahkan dari pemaksaan, maka yang menjadi pertanyaan adalah ada-tidaknya kekuasaan yang bukan kekuasaan fisik, ataupun kekuasaan psikologis, melainkan kekuasaan spiritual. Paksaan dilakukan menggunakan sarana fisik ataupun psikologis dalam rangka menjalankan kekuasaan, dan yang paling mencolok adalah cara-cara teror pada rezim diktator. Dalam kekuasaan spiritual tidak ada pemaksaan sama sekali. Meskipun demikian, orang berasumsi bahwa kekuasaan spiritual merupakan kekuasaan terbesar, kekuasaan puncak.

Teori hukum alam tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang kandungan keadilan. Dan tidaklah mustahil untuk menunjukkan bahwa pertanyaan ini sama sekali tidak dapat dijawab berdasarkan keadilan semata.persoalan tentang kandungan keadilan mendorong menuju prinsip-prinsip cinta dan kekuasaan.
Sering sekali, cinta yang seyogyanya melampaui keadilan tidak lebih dari sekedar letupan emosional kepasrahan diri, yang bercampur aduk dengan letupan-letupan emosional permusuhan. Penyerahan diri yang dituntut oleh cinta juga dituntut oleh keadilan kreatif. Karena unsur kreatif dalam keadilan adalah cinta.
Hubungan antara keadilan dan cinta dalam perjumpaan-perjumpaan personal dapat dipaparkan secara memadai melalui tiga fungsi keadilan kreatif yakni: mendengarkan, memberikan dan memaafkan.

Pembahasan tentang konsep-konsep seperti cinta, kekuasaan dan keadilan tidak mungkin ada tanpa menyentuh dimensi kesucian. Tidak ada alasan yang lebih mendalam tentang perlunya mencapai dimensi ini. Pada dasarnya cinta, kekuasaan dan keadilan itu menyatu. Tetapi, ini tidak mungkin tanpa menunjukkan bahwa dalam kenyataannya mereka terpisah dan berkonflik. Cinta, kekuasaan dan keadilan adalah satu dalam landasan ilahi, mereka akan menjadi satu di dalam eksistensi manusia. Kesucian yang menyatukan mereka akan menjadi realitas suci dalam ruang dan waktu.

Hubungan antara Tuhan dengan cinta, kekuasaan dan keadilan akan dipertegas jika orang mengatakan bahwa Tuhan adalah ada itu sendiri. Tuhan adalah sumber cinta, kekuasaan dan keadilan. Sebagaimana ada itu sendiri, Dia adalah realitas puncak, kenyataan yang sesungguhnya, dasar dan landasan dari segala sesuatu yang real.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home