NdCharo, Buku & Artikel

"Aku ingin menjadi seorang yang menulis karena berkembang, dan berkembang karena menulis" kutipan dari Santo Agustinus

Tuesday, January 31, 2006

TURAH KARI JONG BAS IGUNGNDU ANAKKU!!

Nomi Br Sinulingga


Tahun 2005 sudah berakhir dengan perjalanan hidup yang berpindah dari satu keadaan ke keadaan yang lain. Tidak ada seorangpun yang kehidupannya mulus-mulus saja sepanjang tahun. Awal tahun 2006 ini, terasa kehidupan yang semakin menantang di depan. Keterpurukan bangsa Indonesia secara umum belum pulih juga. Gempa bumi yang terjadi di tanah Karo, seharusnya mengajak kita untuk mengoreksi diri. Tanah longsor, dan banjir bandang merupakan tragedi di beberapa daerah di Jawa awal tahun ini. Formalin digunakan sebagai bahan pengawet makanan juga menjadi masalah yang marak dimana-mana. Awal tahun yang dibayangi awan kelabu.

Kehidupan semakin sulit dan jurang yang dalam antara yang miskin dan yang kaya semakin menganga. Persaingan hidup semakin ketat, yang kalah akan tergilas dan kehidupan semakin berat. Ini adalah proses kehidupan. Sering sekali, keadaan sulit ini tidak hanya mempengaruhi masalah ekonomi dan sosial saja. Namun emosi masyarakat sering sekali sangat terpengaruh. Orang cepat sekali marah, dan sulit mengendalikan emosi. Kejahatan semakin meningkat dan kadang hanya dipicu oleh hal-hal yang sepele. Sebagai orang Karo yang jauh dari kuta kemulihen, saya tetap menyadari sekalipun saya merupakan bagian masyarakat global namun saya masih merupakan anggota komunitas lokal. Dan lebih sempit, saya adalah orang Karo.

Mamak, nande Ginting di rumah, sejak kami kecil sudah menekankan adanya konsekuensi dari semua sikap yang ditunjukkan. Apa yang ditabur, itu jugalah yang akan dituai. Mehamat man kalak si deban, janah menghormati orang yang lebih tua nyata dalam bahasa yang digunakan. Selalu ditekankan untuk tidak menggunakan kata ”engko” kepada siapa saja, tetapi harus menyebut ”kam” pada orang lain. Tidak peduli kepada orang yang lebih muda atau lebih tua. Tidak diperbolehkan menyebut nama orang yang lebih tua, tetapi harus di dahului dengan ”kak” atau ”bang”. Tetapi pergaulan membuat banyak sistem nilai yang lain mempengaruhi perkembangan pribadi kita.

Ketika saya masih kecil, menyebut nama orang tua adalah sikap yang kurang sopan. Namanya manusia, pasti penuh kelemahan dan kesalahan, sehingga kata-kata yang kurang baik keluar juga dari mulut. Kalau ini terjadi, sering sekali cubitan nande Ginting mendarat di paha atau perut dan teguran ”turah kari jong bas igungndu nakku!” (artinya, bisa tumbuh jagung di hidung, dan akan dikejar-kejar kerbau)

Sekarang ini, manusia telah menjadi lebih rasional. Ini juga berlaku bagi kita orang Karo, sehingga sangat wajar menyebut nama orang tua, bahkan anak balita sudah diberitahu nama ayah ibunya. Bahkan kalimat ”turah kari jong bas igung” hanya terucap sebagai candaan saja diantara teman sebaya.

Perubahan memang selalu terjadi, namun prinsip yang baik seharusnya tetap. Zaman dulu ”turah kari jong bas igung” maksudnya pasti meling, dan ada konsekuensi yang harus ditanggung. Bahkan sering dilanjutkan, adi turah jong bas igung maka pasti iayak-ayak lembu dan akan diseruduk. Dan tujuannya supaya anak-anak mehamat man orang tua, dan ada ketakutan melakukan yang tidak baik. Tahun 2006 ini, prinsip ini tidak berubah. Kita harus tetap mengembangkan sikap mehamat man kalak sideban. Semua yang kita lakukan pasti ada konsekuensinya. Kalau kita menabur yang baik maka hasilnya akan baik tetapi kalau kita menabur yang buruk maka hasilnya akan buruk.


Keadaan sepanjang tahun ini tidak bisa diprediksi apakah akan menjadi lebih baik atau malah semakin buruk. Kita tidak mampu mencegah hujan turun dan mengakibatkan banjir atau tanah longsor saat ini. Walaupun kejadian ini tidak mungkin terlepas dari ulah manusia yang merusak lingkungan hidupnya. Banyak bencana di sekitar kita yang tidak bisa kita cegah. Kita tidak bisa mencegah pengawetan makanan dengan formalin. Namun kita bisa mencegah hal-hal negatif yang bisa dilakukan oleh diri kita. Kita bisa menumbuhkan sikap positif dalam diri kita yang akan berakar kedalam tetapi buahnya keluar.

Mungkinkah semua yang terjadi pada bangsa ini adalah wujud lain dari ”turah jong bas igung” yang menjadi konsekuensi dari apa yang telah dilakukan sebelum tahun 2006 ini? Mungkinkah bangsa ini sedang ”meling” karena perbuatannya kemarin-kemarin?

Sebagai orang Karo, ada kebanggaan akan nilai-nilai hidup yang mulia yang ada dalam filosopi orang Karo. Suasana tahun baru belum habis, masih ada kesempatan untuk mengingatkan diri bahwa ada konsekuensi dari setiap tindakan kita. Kitalah memilih sikap seperti apa yang akan kita lakukan dalam menjalani kehidupan ini. Masa depan sangat dipengaruhi masa sekarang. Melakukan hal-hal positif dalam semua kejadian yang buruk ini akan menghasilkan masa depan yang lebih baik.