NdCharo, Buku & Artikel

"Aku ingin menjadi seorang yang menulis karena berkembang, dan berkembang karena menulis" kutipan dari Santo Agustinus

Wednesday, August 09, 2006

Permata, kau mau kemana?
Oleh : Nomi Br Sinulingga
Permata GBKP yang sudah berumur 58 tahun ini, sebentar lagi akan melakukan mupel. Permata akan duduk bersama memikirkan mau kemana program dan organisasi Permata ini. Permata yang merupakan wadah untuk orang muda di gereja GBKP, memiliki tantangan sendiri dalam perjalanannya. Hal ini harus dipahami dengan benar sehingga menghasilkan suatu pelayanan yang menjawab kebutuhan Permata dan menjadi berkat ke luar Permata.
Permata hadir di tengah-tengah masyarakat yang semakin global dengan kemajuan teknologi informasi yang melaju dengan cepat. Permata GBKP semakin memiliki tingkat pergumulan yang kompleks. Mulai dari range umur yang semakin jauh (15 tahun – 35 tahun), kehidupan spiritual yang sangat beragam, pemahaman Alkitab yang tidak merata, gab tingkat pendidikan yang semakin jauh, kematangan berpikir yang juga bervariasi, dan banyak lagi. Semua hal yang mewarnai kehidupan Permata perlu dipertimbangkan dalam membuat program-program pelayanan.
Pergumulan menjadi Permata di era ini berbeda dengan menjadi Permata pada era 50-an. Permata perlu bertanya kepada diri sendiri, kemana Permata akan beranjak? Apakah permata hanya akan melanjutkan warisan yang sudah ada? Atau permata akan hadir menyuarakan suara kenabiannya untuk menjawab pergumulan pemuda di generasi ini. Semua generasi memiliki tantangannya masing-masing, memiliki kesulitan dan permasalahan hidup yang harus diselesaikan. Permata ditantang untuk melihat keadaan anggotanya dan mencoba mendampingi mereka dalam menjalani kehidupannya.
Kita tidak perlu menutup mata, kalau era yang penuh tantangan dan semakin global ini juga mempengaruhi kerinduan permata dalam mengenal Tuhan. Permata dengan kerinduan mengenal Tuhan secara pribadi yang semakin menciut, namun kerinduan mengenal teknologi yang semakin menggebu-gebu. Permata yang menjadi pelaku firman Tuhan dengan sungguh-sungguh juga terjadi penurunan. Banyak Permata yang terlena dengan kesibukan belajar dan bekerja, yang menyebabkan berkurangnya kehadiran di PA-PA yang merupakan inti persekutuan Permata itu sendiri.
Visi menjadi sangat penting untuk mengarahkan kemana Permata akan melangkahkan kakinya ke depan. Visi bukan hanya sekedar menjadi visi organisasi dan ditulis di buku, tetapi visi ini harus dihidupi dan menjadi jiwa organisasi Permata. Mother Theresa dalam satu waktu pernah ditanya, apakah visi hidupnya. Ibu yang pernah mendapat hadiah Nobel kemanusiaan ini mengatakan, ikuti perjalanan saya dan lihat apa yang saya lakukan sepanjang hari dan kalian akan melihat visi hidup saya”. Permata harus melangkah ke arah visi, dan visi ini harus nyata dalam kegiatan dan program yang dilaksanakan di tengah-tengah Permata. Lebih dari itu, Visi ini harus menjadi visi semua yang menjadi anggota Permata bukan berhenti saja menjadi visi organisasi. Pengurus permata harus mensosialisasikan visi ini kepada jemaat dan memikirkan programnya supaya semua anggota menghidupi visi ini.
Yang menjadi visi Permata saat ini adalah visi GBKP. Permata adalah bagian dari GBKP sehingga tujuan GBKP adalah tujuan permata juga. Permata harus selalu melangkah dengan tidak memalingkan pandangan dari visi GBKP supaya permata tidak salah langkah dan celus. Visi GBKP untuk tahun 2005-2010 adalah ”NGGELUH SETIA MAN DIBATA”. Menjadi tanggung jawab Permata untuk mensosialisasikan Visi GBKP ini kepada Permata GBKP. Mengarahkan programnya ke arah Visi GBKP dan selalu menyadari bahwa Permata adalah bagian dari GBKP dan memfokuskan diri untuk melayani kaum muda gereja GBKP. Visi ini memberikan gambaran dan mengingatkan Permata, bahwa Permata hadir di tengah-tengah pemuda Karo dan seharusnya memiliki arah langkah untuk hidup setia kepada Tuhan.
Setia adalah buah kehidupan orang percaya, dan Allah sangat mencintai kesetiaan. Kita tidak perlu memungkiri, kalau di era yang semakin modern ini begitu sulitnya mencari orang yang setia. Manusia semakin mengandalkan dirinya sendiri, pemikiran sendiri, membuat kebenaran sendiri sehingga kebenaran yang ada di permata menjadi begitu kabur. Permata harus kembali kepada kebenaran Alkitab dan mulai mau sungguh-sungguh menghidupinya. Kebenaran Alkitab akan memampukan Permata hidup memiliki kesetiaan yang benar dan sesuai dengan kehendak Tuhan.
Permata harus bisa menentukan dimana posisinya saat ini. Mengetahui darimana dia datang dan mau kemana dia pergi adalah satu yang penting untuk dipikirkan ketika mupel nanti. Permata tidak boleh lagi sibuk dengan dirinya sendiri, namun mulai membuka mata betapa besarnya ancaman dari luar yang akan melumpuhkan Permata. Memang benar, Permata adalah milik Tuhan, dan Dia sendiri akan menjagainya. Namun Allah yang memiliki Permata ini sangat merindukan anak-anakNya memiliki hati untuk Permata dan juga mau setia menjadi teman sekerja Allah.
Permata tidak kebetulan harus hadir untuk Karo. Permata perlu semakin meningkatkan pelayanannya untuk menjangkau pemuda Karo yang belum pernah mendengar berita keselamatan. Saya sering berpikir, kalau memberitakan berita keselamatan di tanah pasundan ini begitu menakutkan dengan tantangannya sangat besar dan harus siap dimusuhi. Mungkin saja kalau memberitakan berita keselamatan di Tanah Karo tidak disertai ancaman masuk ke penjara, adi bage engkai maka la sigegehi memberitakan berita keselamatan man mama, bengkila, bibi turang ras seninanta si lenga megi berita keselamatan yang hanya ada di dalam Yesus Kristus.
Permata saat ini sedang memikirkan program-program pelayanannya untuk empat tahun ke depan. Sudah saatnya Permata tidak hanya sekedar melanjutkan warisan yang ada, namun mulai menggumulkan kehadirannya sesuai dengan generasi dimana ia berada dan menuju satu Visi GBKP yaitu membawa semua jemaat Permata hidup setia kepada Tuhan.

Penulis adalah anggota Permata Bandung Pusat.

Wednesday, August 02, 2006

Ulih ku juma ei pe labo gel-gel
(Nomi BR Sinulingga)


Wajah kusut dan pandangan redup, membuat ibu yang sudah setengah baya itu terlihat lebih tua dari umurnya. Saya sedang mengamati ibu itu bercerita kepada temannya, ketika Sinabung Jaya melaju meninggalkan kota Berastagi menuju Medan. Dari pembicaraan tersebut, saya tahu kalau mereka mau menuju Pancur Batu untuk menghadiri “simate-mate“. Pembicaraan ibu itu menjadi sesuatu yang menarik untuk didengar dan membuat perjalanan menuju Medan menjadi suatu perenungan yang dalam akan kehidupan.

Yah..memang banyak keluhan yang keluar dari pembicaraan ibu tersebut. Mereka sepanjang jalan berpindah dari keluhan yang satu ke keluahan yang lain. Panasnya udara di dalam Sinabung, membuat keluhan itu terdengar semakin meringis. “Seh sulitna sangana e, lalit kai pe hasilna juma ta ndai. Pinjamen untuk nuan cina sange pe lenga tergalari, latih si enggo i pekeri e pe, lalit ulihna,“ keluh ibu itu.

Saya hanya bisa mencoba memahami apa yang ada di dalam hati ibu itu. Temannya berbicara memberikan penghiburan untuk menguatkannya. ”Adi usur-usur, lit nge kari dungna ulihna nak, seh gundari banci denga nge kita nggeluh. Adi lanai kari tertukur beras, banci denga kita ndak-daki pe enggo merandal nge, ibas situasi si sulit enda.”
”Kam la kin tehndu,” kata ibu itu kepada temannya, ”ndahi si mate-mate enda pe ndai harus ka nge aku minjam, perban la banci lang kel maka aku reh enda. Sulit kel sangana kuakap e. Sinuan-sinuan murah kel ergana, janah kebutuhan seh kal mergana,” katanya dengan sorot mata tanpa pengharapan. Masih banyak lagi ungkapan-ungkapan kegagalan dan kesulitan yang keluar dalam pembicaraan tersebut sampai akhirnya mereka turun karena tempat yang mereka tuju sudah sampai.

Begitu sulitkah perekonomian tanah Karo saat ini? Petani mulai menyadari bahwa tidak ada yang pasti memberi jaminan dalam hidup mereka. Apapun yang akan di tanam lebih banyak kemungkinan akan mendapatkan kegagalan dan kerugian dibandingkan keuntungan. Harga hasil pertanian sangat murah, juga hasil panen yang semakin berkurang. Jeruk yang pernah menjadi tanaman paforit, yang dikenal di tempat lain dengan nama ”Jeruk Medan” juga tidak lagi memberikan harapan. Udara tanah Karo yang semakin panas dan kering, juga tanah yang semakin keras memberikan kesan betapa keras dan keringnya kehidupan ini. Itu nyata dari wajah-wajah kebanyakan orang yang akan kita temui kalau kita datang ke tempat orang-orang berkumpul (tiga, kerja-kerja tahpe si mate-mate).

Tanah Karo sudah pernah mengalami kesejahteraan hidup karena hasil pertanian khususnya jeruk. Sedangkan saat ini, tanaman jeruk ketika panen sangat murah harganya sedangkan biaya pemeliharaan sangat mahal. Haruskah rakyat mengeluh karena kejadian ini? Bukankah sudah berpuluh tahun mereka menikmati hasilnya dan baru belakangan ini mulai sulit. Mungkinkah sepuluh tahun kelimpahan yang lalu tidak meninggalkan jejak sama sekali dalam situasi ini? Dimana salahnya? Mungkinkah karena manusia sulit untuk merasa puas dan mengucap syukur dalam segala keadaan?

Yah...bagaimanapun kesulitan hidup tidak akan selesai apabila hanya dikeluhkan. Tapi kita semua harus bergandengan tangan menghadapi kesulitan yang sedang dihadapi petani tanah Karo. Sudah saatnya petani Karo pun tidak hanya melanjutkan bentuk pertanian yang sudah diwariskan selama ini. Para petani bersama dengan pemerintah daerah perlu bersama-sama menyatukan kekuatan untuk membuat perubahan dalam sektor pertanian. Tidak semua petani mesti menanam jerukkan? Kita tidak akan bisa menutup mata bahwa prinsip ekonomi yang mengatakan kalau barang di pasar lebih banyak dari pada permintaan maka harga akan turun. Ketika permintaan pasar lebih besar dari stok barang maka harga jual akan semakin tinggi. Jawa banjir jeruk Medan bukan hal yang tiba-tiba kita dengar ketika musim panen jeruk tiba. Itu sudah terjadi sejak lama.

Dalam kesempatan yang lain, saya pernah berbicara kepada beberapa ibu yang sedang mengeluh mengenai harga jeruk yang murah sedangkan pupuk dan obat-obatan yang sangat mahal. Saya bertanya, kenapa harus menanam jeruk lagi? Kenapa tidak mulai menanam tanaman buah-buahan yang lain? Saat itu saya mengusulkan untuk menanam pohon Alpukat saja, tentu pemeliharaannya akan lebih mudah dibanding memeliharan tanaman jeruk. Buahnya juga akan sangat berat untuk ditimbang dan walaupun harga jualnya lebih murah dibanding jeruk namun kalau yang ditimbang seperti ”batu” akan banyak juga hasilnya. Salah seorang ibu itu menjawab, ”payo kel katandu ena nakku, tapi lenga kap lit idah kami lit kalak ngasup nukur motor ara hasil nuan pokat”. Mendengar itu saya terdiam dan tertegun. Ndigan pe labo lit kalak Karo ngasup nukur motor dari hasil pokat adi isuan pe dua batang nge ngenca i tengah juma. Cuba min suan bagi nuan rimo mbelangna, maka pasti enterem si idah kalak ngasup nukur motor perban hasil pokat, janah pohon pokat yang ditanam luas itu akan sedikit mengembalikan tanah Karo menjadi taneh simalem.

Saya memang bukan ahli pertanian, tapi saya pikir sudah saatnya budaya petani Karo yang sangat memerlukan contoh nyata dari keberhasilan orang lain untuk ditiru perlu di dobrak. Karena tidak selalu mencontoh apa yang ditanam petani lain yang hasilnya kena erga akan tepat ditiru pada waktu yang berbeda. Karena waktu sudah berlalu dan akan datang waktu lain dimana harga sudah turun. Dinas Pertanian tanah Karo harus mulai memfokuskan kerjanya untuk bisa dapat dipercaya oleh para petani. Dan bisa memberikan contoh pertanian yang baik sehingga petani Karo menaruh kepercayaan dan mau belajar sehingga tidak akan selalu melanjutkan pola pertanian yang sudah ada namun mau mencoba pertanian pola yang baru. Tanah Karo yang subur sangat penting di lihat kekuatannya. Masing-masing kuta mungkin memiliki kekuatan tanah sendiri untuk jenis tanaman apa yang terbaik di tanam, dan tentu suatu daerah (kuta) tidak perlu meniru pertanian yang dilakukan di daerah (kuta) lain (termasuk pola dan jenis tanamannya). Belajar dengan cara meniru memang tidak salah, tapi tanpa dasar yang kuat untuk meniru pertanian yang dilakukan daerah lain mungkin akan merugikan petani sendiri.
Hidup ini berubah, janah ulih ku juma e pe la gel-gel. Para petani juga sangat perlu melakukan perubahan, mulai dari paradigma bertani dan juga pola-pola pertanian yang perlu dilakukan. Petani perlu merespon perubahan yang selalu terjadi sehingga labo hasil pertanian e enca la gel-gel, tapi petani pe lanai bagi si gel-gel.