NdCharo, Buku & Artikel

"Aku ingin menjadi seorang yang menulis karena berkembang, dan berkembang karena menulis" kutipan dari Santo Agustinus

Tuesday, December 11, 2007

Siapakah yang perduli dengan mereka?

”Sering sekali saya tidak merasa nyaman datang ke gereja GBKP”, kata beberapa PERMATA yang saya temui. Padahal PERMATA yang saya temui ini adalah pentolan-pentolan PERMATA beberapa tahun yang lalu. Namun kenyataannya saat ini bagi mereka ada keengganan untuk kebaktian Minggu ke GBKP. Mereka seperti anak yang hilang bagi gereja GBKP. Diantara kelompok ini bukan semuanya sudah enggan ke GBKP, masih ada juga diantaranya yang tetap menjaga nyala api semangat melayani di gereja kita. Mereka melayani menjadi guru KAKR. Tetapi untuk datang ke PERMATA, ada suatu hambatan besar. Mereka merasa PERMATA tidak sesuai dengan mereka dan juga tidak menjadi wadah yang menjawab kebutuhannya.

”Sekarang saya kembali lagi ke pelayanan mahasiswa, setelah tidak aktif lagi di PERMATA, kalau tidak melayani di hari Minggu di tempat lain maka saya datang kebaktian ke GBKP.”

”Saya selalu menghadiri gereja yang ada di Mal untuk Kebaktian Minggu. Saya merasa bersalah kalau tidak datang ke gereja pada hari Minggu, namun Saya merasa tidak nyaman untuk ke GBKP. Kebaktian ke Mal membuat saya nyaman karena tidak banyak yang mengenalku seperti kalau datang ke GBKP.”

Apakah akar persoalan yang membuat rasa nyaman ke GBKP untuk kebaktian Minggu hilang bagi sebagian orang-orang ini?

Ketika datang ke GBKP yang memiliki kekerabatan yang begitu kuat, hampir semua saling mengenal kadang menjadi ketakutan bagi sebagian orang. Pertanyaan kapan menikah? Sudah punya anak atau belum? Kerja dimana sekarang? Pertanyaan-pertanyaan itu sering membuat yang ditanya tidak merasa nyaman dan dihindari sehingga akhirnya menjauh dari gereja GBKP.

Bukankah itu perhatian yang memang layak untuk ditanyakan dalam menanyakan kabar seseorang?

Untuk beberapa kali itu memang benar. Namun untuk jangka waktu bertahun-tahun itu menjadi sangat menyebalkan. Terkadang pertanyaan itu hanya sekedar basa-basi, tanpa ditanyakanpun hal itu sudah menjadi pergumulan, dan siapakah yang perduli dengan pergumulan itu. Saya pikir gereja sekalipun masih kurang perduli.

Dalam satu kesempatan, seorang kakak mengatakan kepada saya, dia masih single dan sudah berusia 35 tahun. Dia mengatakan, ”keberadaan seperti saya ini kasarnya dianggap seperti aib. Semua seakan melihat saya dengan negatif, diperguncingkan dan pergumulan saya tidak dipahami oleh gereja. Bisa saja saya duduk di bangku gereja, tapi sering sekali sekeliling saya rasanya menghakimi saya dengan pertanyaan ’kapan menikah?’ Jujur saja, saya tidak akan memaksakan diri untuk menikah hanya supaya orang-orang tidak lagi bertanya kapan saya akan menikah. Toh ini hidup saya, tetapi gereja kita GBKP sering sekali tidak menjadi jawaban bagi pergumulan saya. Saya ingin memiliki persekutuan yang membangun, tapi dimanakah saya bisa mendapatkannya? Siapakah yang perduli dengan pergumulan saya ini?”

Bukankah ada PERMATA sebagai wadah pemuda di gereja GBKP ?

”PERMATA ? PERMATA dalam bentuk yang ada saat ini bukan jawaban bagi pergumulan seorang perempuan single usia 33 tahun, 35 tahun atau lebih lagi. Karena PERMATA tidak mengijinkan seorang single berusia 33 tahun melayani sebagai pengurus PERMATA dan jujur saja dalam pemahaman saya yang sangat sempit ini pelayanan itu sering tidak lebih diartikan sebagai pengurus di PERMATA. Karena kalau kita jadi pengurus maka akan jelas sekali tanggung jawabnya dan ada komitmen yang dituntut dan juga jangka waktu pelayanannya. Banyak sekali pemuda-pemuda gereja belum bisa seperti orang lain yang melayani tanpa ada wadah pelayanannya.”

Ditengah-tengah gereja GBKP, seorang single dan sudah berusia diatas 30 tahun sering sekali tanpa kita sadari menjadi kelompok yang terasingkan. Coba saja lihat, di gereja GBKP ada wadah untuk anak dan remaja yang kita kenal dengan KAKR. KAKR saja dibagi menjadi lima tingkatan mulai dari pelayanan anak kecil apakah itu batita atau balita sampai ke remaja. Tepatnya pembagian yang diadakan di KAKR adalah sesuai dengan usia anak dan perkembangannya supaya pelayanan yang diberikan bisa tepat sasaran.

Setelah lulus remaja dan selesai disidi baru masuk menjadi anggota PERMATA. Di PERMATA secara umum pelayanan hanya dilakukan untuk semua, hampir tidak ada pembagian. Tetapi ada juga pembagian dilakukan dibeberapa runggun, misalnya di Bandung Pusat. Ada PERMATA untuk mahasiswa dan juga PERMATA untuk yang sudah bekerja. PERMATA Senior (sudah bekerja) dan PERMATA junior (masih sekolah) sangat berbeda kebutuhannya.

Konsentrasi pelayanan PERMATA yang ada sampai saat ini boleh dikatakan hanya pada anggota yang berusia 30 tahun. Ini jelas sekali apabila kita melihat P3RT PERMATA GBKP yang membatasi usia pengurus PERMATA hanya sampai usia 30 tahun. Bukankah itu artinya tidak ada tempat untuk PERMATA yang berusia diatas 30 tahun sekalipun memiliki kerinduan yang besar untuk melayani?

Puji TUHAN, sebagian perempuan atau laki-laki single yang berusia diatas 30 tahun menggabungkan diri ke MORIA atau ke MAMRE. Sayangnya jumlah itu sangat kecil dibandingkan dengan yang menjauh dari komunitas GBKP. Siapa yang peduli dengan mereka? Siapa yang akan menjangkau mereka kembali ke GBKP? Mereka sebenarnya ingin sekali tetap berada di GBKP, ini nyata sekali ketika mereka diajak melayani di gereja yang mereka masuki namun karena mereka harus menjadi anggota tetap disana supaya bisa melayani, juga menjadi hambatan bagi mereka melayani karena banyak yang tidak bersedia keluar dari GBKP.

Selain KAKR dan PERMATA, ada juga pelayanan untuk kaum Ibu di MORIA dan juga kaum Bapak di MAMRE. Bukankah saat ini ada juga pelayanan untuk lansia karena dianggap pelayanan MORIA dan MAMRE tidak menjawab kebutuhan mereka?

Bagaimana dengan kelompok single yang saat ini pelayanan PERMATA tidak menjawab kebutuhan mereka?

Gereja GBKP perlu mulai memperhatikan kelompok ini. Mereka ini adalah orang-orang yang sangat bisa diandalkan, hanya saja perlu diberikan tempat bagi mereka ditengah-tengah persekutuan ini. Kalau pelayanan PERMATA yang ada saat ini tidak menjawab pergumulan mereka, bersama-sama kita perlu bergandengan tangan membuat wadah untuk mereka bisa tetap eksis dalam pelayanan gereja.

Berikanlah tempat bagi mereka, karema mereka memiliki potensi dalam suatu perubahan dan perkembangan untuk kemajuan gereja ini. Dalam banyak hal mereka selama ini sudah memiliki pengalaman dalam pelayanan, secara emosi mereka sudah lebih matang. Mereka mandiri baik dalam hal finansial dan juga pemikiran. Mereka tidak terikat dengan keluarga, sehingga memiliki banyak waktu untuk menjadi pelaku-pelaku di tengah-tengah gereja kita GBKP. Memiliki wadah yang tepat akan mengobati rasa tidak nyaman yang sampai saat ini seperti epidemi untuk PERMATA senior ini. Hal ini tentu bisa menjadi jawaban bagi mereka, dan bisa membawa mereka kembali beribadah dan aktif ditengah-tengah GBKP. Ini adalah suatu kekuatan gereja yang perlu kita perhatikan, namun apakah ada yang peduli ?

Nomi Sinulingga