NdCharo, Buku & Artikel

"Aku ingin menjadi seorang yang menulis karena berkembang, dan berkembang karena menulis" kutipan dari Santo Agustinus

Tuesday, February 28, 2006

Diakonia untuk Mengembangkan Jemaat



Dalam memenuhi panggilannya, Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) berusaha mengembangkan kegiatan-kegiatan dan program-programnya dalam mewujudkan tri tugas gereja, yaitu marturia, koinonia dan diakonia. Dalam hal diakonia, GBKP juga memiliki biro (badan) khusus yang berpusat di Suka Makmur, Tanah Karo, yang mengkhususkan diri melaksanakan diakonia bukan hanya kepada jemaat GBKP tetapi juga kepada masyarakat umum. Dalam satu GBKP lokal, terkadang jemaat hanya mengetahui diakonia itu dengan cara membayar iuran diakonia. Jemaat hanya menjalankan diakonia apabila ada jemaat yang sakit, ada musibah, ada yang meninggal, dan lain-lain. Biasanya jemaat mengumpulkan uang sebagai diakonia. Banyak jemaat memiliki pengertian akan diakonia sangat sempit dibanding makna diakonia yang sebenarnya.

GBKP yang lahir karena penginjilan yang dilakukan oleh para Zending Belanda ke tanah Karo bukan suatu proses yang mudah. Injil Yesus Kristus saat itu sangat sulit diterima menjadi keyakinan orang Karo, karena kedatangan pekabar injil itu didahului oleh kedatangan kolonial dengan kepentingan yang lain di luar keagamaan. Berbagai kecurigaan dan hambatan dihadapi oleh pekabar Injil itu untuk memperkenalkan Yesus Kristus yang mengasihi dan menyelamatkan manusia. Namun berkat kegigihan, keuletan, ketekunan, iman pengharapan dan kasih serta usaha pendekatan kultural dan pertolongan Roh Kudus, akhirnya orang Karo dapat juga menerima Yesus Kristus.

Usaha penginjilan mula-mula ke tanah Karo diwarnai dengan pelayanan diakonia kepada orang Karo. Sekolah-sekolah berdiri untuk menolong orang Karo bisa membaca dan menulis. Poliklinik dan rumah sakit dibangun untuk mengobati orang sakit sehingga pandangan masyarakat Karo mulai berubah, karena sebelumnya penyakit akan diobati ke dukun. Irigasi untuk perairan dibangun oleh para penginjil bekerja sama dengan masyarakat untuk meningkatkan hasil pertanian. Jalan-jalan yang dibangun oleh Belanda untuk menghubungkan Medan ke Tanah Karo membuat hasil produksi pertanian masyarakat Karo semakin mudah untuk dipasarkan.1

Pelayanan pendidikan yang diberikan oleh penginjil Zending Belanda ini telah memberi kemajuan kepada orang Karo dalam hal pendidikan. Putra-putra daerah Karo pada awalnya keluar dari tanah Karo dan merantau ke daerah lain adalah untuk belajar. Pulau Jawa adalah salah satu tujuan untuk belajar. Terbentuknya komunitas Karo di Jawa membuat gereja GBKP juga hadir di sini. Sebagai orang Batak, hubungan kekeluargaan sangat dekat diantara orang Karo. Seseorang yang sudah berhasil di tanah perantauan akan mengajak keluarganya yang lain untuk mencoba mengadu nasib di daerah perantauan ini. Sehingga sekarang bukan hanya orang-orang yang berpendidikan saja yang tinggal di daerah perantauan, namun sudah hampir semua golongan sosial masyarakat yang ada di isi juga oleh orang Karo. Komunitas Karo yang Kristen di daerah perantauan sangat beragam dan ini menjadi jemaat GBKP di tempat itu.

GBKP Bandung Pusat sebagai salah satu gereja GBKP yang ada di Bandung ini, memiliki tingkat keberagaman jemaat yang sangat besar. Jemaat GBKP Bandung Pusat terdiri atas golongan intelektual sampai golongan jemaat yang kurang berpendidikan. Jemaat juga terdiri dari pengusaha kaya sampai yang datang ke Bandung mencari nafkah dengan menjadi supir angkutan umum atau membuka usaha warung. Pemuda gereja terdiri dari mahasiswa, pengangguran, orang-orang muda yang berhasil dalam pekerjaan dan juga orang muda yang menjadi pedagang di pasar Caringin. Keberagaman ini menjadi kekayaan dan tantangan dalam gereja GBKP Bandung pusat. Tantangan karena Gereja GBKP memerlukan kesungguhan dan hikmat dalam melayani semua jemaat ini sehingga Injil Kristus bisa terwujud dalam kehidupan jemaat yang beragam ini.

Keberagaman jemaat membuat gereja terkadang kesulitan untuk menyentuh semua kebutuhan jemaatnya. Pergumulan jemaat yang sangat bervariasi sering tidak terdeteksi oleh gereja. Namun ketika jemaat membutuhkan pertolongan untuk menyelesaikan pergumulan hidupnya, bukankah seharusnya gereja menjadi penolong untuk itu?

Adat istiadat kehidupan Batak Karo, mempunyai bentuk saling menghormati dan menolong. Adanya marga di Batak Karo membuat semua orang Karo memiliki “tutur” dan hubungan kekerabatan dengan orang Karo lainnya. Dalam masyarakat Karo, semua masalah kehidupan bisa diselesaikan dengan cara adat dan kekeluargaan. Bahkan kalau ada kesulitan yang dihadapi sebuah keluarga, maka ini bisa diselesaikan secara adat untuk menolong keluarga tersebut. Secara adat, masyarakat Karo yang dekat kekelurgaannya, baik secara darah maupun “tutur marga” dengan orang tersebut akan memikirkan jalan keluarnya dan akan mengulurkan tangan untuk menyelesaikannya.

Adat Karo yang positif ini masih dipelihara dan didukung oleh GBKP. Hal ini sering membuat orang Karo sekalipun sudah menjadi Kristen namun masih lebih suka menyelesaikan permasalahannya secara adat daripada meminta pertolongan kepada gereja GBKP. Bahkan sebagian orang sering berkata, saya tidak mendapat apa-apa dari gereja, orang yang tidak ke gereja tidak lebih buruk kehidupannya daripada yang ke gereja. Orang Karo sering memiliki perkumpulan dan arisan semarga atau sekampung, sehingga terkadang mereka lebih tertarik dengan arisan tersebut daripada ke gereja ketika hari minggu. Krena itu sangat banyak orang Karo yang mengaku Kristen namun tidak pernah datang ke gereja.

Untuk mengembangkan jemaatnya, dalam hal kuantitas dan kualitas, GBKP harus menyesuaikan program diakonianya dan berkomitmen untuk melaksanakannya. Pengembangan GBKP secara kuantitas, harus melaksanakan diakonia yang menjangkau orang-orang di luar gereja. Lebih banyak orang Karo yang mengklaim dirinya Kristen dibandingkan yang datang setiap minggu ke gereja. Diakonia GBKP dapat diarahkan untuk tujuan menjangkau semua orang Karo Kristen yang masih banyak tidak datang ke gereja pada hari Minggu. Sebagai gereja suku, gereja GBKP juga masih bisa menjangkau orang Karo yang belum memiliki agama. Secara kasat mata, menjangkau orang Karo yang belum percaya Kristus, mungkin tidak akan memiliki tantangan sebesar menjangkau orang Sunda kepada Kristus. Karena orang Karo yang tadinya belum Kristen kemudian diinjili dan percaya kepada Kritus, tidak akan dikeluarkan dari komunitas orang Karo.

GBKP Bandung Pusat tidak cukup hanya melakukan pelayanan kepada jemaat melalui apa yang sudah terjadi selama ini. Diakonia sepertinya sudah dipenjarakan oleh kebiasaan dan tata gereja itu sendiri. Sering sekali, diakonia hanya ditujukan kepada anggota jemaat yang sakit, dengan mengunjungi mereka baik yang dirawat di rumah sakit maupun di rumah. Memberikan bantuan kepada jemaat yang kurang mampu seadanya dan hanya untuk meringankan beban mereka. Selain itu juga membantu jemaat yang mendapat kemalangan, mengadakan kebaktian penghiburan serta membantu jika terjadi bencana alam.2

Diakonia GBKP Bandung Pusat hampir 90% dibuat untuk tujuan melayani jemaat sendiri. Hal ini membuat, pertumbuhan kuantitas jemaat Bandung Pusat paling besar karena kedatangan atau pindahan jemaat dari GBKP lain. Mahasiswa Karo yang datang ke Bandung melanjutkan studi juga menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan gereja GBKP Bandung Pusat. Hal ini sangat disayangkan, karena pertumbuhan gereja secara kuantitas bukan merupakan hasil dari pelaksanaan tri tugas gereja. Program-program yang dilakukan di GBKP Bandung Pusat saat ini, menurut informasi Koordinator Litbang GBKP Bandung Pusat, hanya memberikan pengaruh 20% untuk pertumbuhan rohani jemaat. Sehingga GBKP Bandung Pusat sangat perlu lebih serius mengembangkan programnya untuk mengembangkan jemaat baik secara kualitas maupun secara kuantitas.

Semua pekerjaan diakonia pada umumnya saat ini dilakukan oleh diaken. Diaken melakukan pelayanan diakonia sesuai dengan yang sudah diprogramkan. Hanya beberapa jemaat yang tergerak hatinya untuk melakukan diakonia bersama para diaken dan pertua (penatua). Pemahaman para diaken dan jemaat tentang diakonia masih dangkal. Diakonia yang sesuai dengan terang Alkitab sangat luas maknanya dan sangat aplikatif sesuai dengan perkembangan zaman. Sekalipun jemaat gereja dan zaman ini semakin modern, namun diakonia tetap bisa mengambil bentuk-bentuk yang paling tepat untuk menjawab kebutuhan manusia. Diakonia yang baik dan sesuai dengan kebutuhan manusia akan menjadi pendorong pertumbuhan gereja dan pengembangan jemaat.


Gereja Meruntuhkan Tembok Pemisah

Sejarah gereja pada awalnya menunjukkan kehidupan orang-orang Kristen yang saling mengasihi, saling berbagi dan saling mendukung satu dengan yang lain. Gereja Kristen adalah institusi pertama di dalam sejarah dunia yang membawa persatuan terhadap orang-orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi, laki-laki dan perempuan, budak dan orang merdeka. Gereja Kristen memandang manusia sama, dan tidak ada yang lebih besar satu dibanding yang lain. Perbedaan kehidupan dan tingkat social manusia ini dulunya adalah menjadi penghalang untuk menyatukan siapa saja dalam satu komunitas.

Orang Kristen mula-mula meruntuhkan penghalang-penghalang tersebut. Tidak seperti kebanyakan dari agama lain, orang Kristen sama baiknya dalam menyambut laki-laki maupun perempuan. Orang-orang Yunani memisahkan para budak dari kelompok sosial mereka, sedangkan orang Kristen memasukkan mereka ke dalam lingkungan. Orang-orang Yahudi memisahkan para penyembah menurut suku dan jenis kelamin; dan orang-orang Kristen membawa mereka bersama-sama mengelilingi meja Tuhan. Berbeda dengan gereja Roma yang kebanyakan menekankan kearistokratan kaum laki-laki, sebaliknya orang Kristen membiarkan kaum wanita dan orang miskin untuk ikut ambil bagian di dalam kepemimpinan.3

Perbedaan tetap ada sampai saat ini. Sekalipun hak azasi manusia menjadi hal-hal yang diagungkan, namun praktek pemisahan sampai saat ini masih ada di tengah-tengah masyarakat. Di tengah-tengah bangsa ini, di mana pendidikan semakin mahal, biaya kebutuhan hidup yang semakin tinggi membuat pembangunan yang ada hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Perbedaan antara si kaya dan si miskin semakin jauh dan sangat sulit untuk dihubungkan. Dan tidak diragukan kalau di gereja saat ini pemisahan diantara jemaat juga ada. Gereja harus jeli dan benar-benar menghancurkan setiap tembok pemisah yang ada.

Gereja melihat semua manusia sama adanya. Orang Kristen yang sudah diselamatkan akan membuat gereja mengucap syukur kepada Tuhan akan hal itu. Namun untuk jiwa-jiwa yang terhilang, gereja juga menangis dan berteriak kepada Tuhan akan hal itu melalui semua tindakan yang dilakukan gereja. Diakonia sebagai salah satu tugas gereja adalah suatu pelayanan kepada manusia yang merupakan teriakan kepada Tuhan untuk kasihnya kepada manusia yang menderita secara jasmani dan juga rohani.

Kasih itu nyata dari buahnya, dan buah ini akan menjadi berkat bagi semua orang. Gereja tidak membeda-bedakan orang yang datang ke gereja. Gereja mengasihi semua manusia sama besarnya, baik orang-orang yang ada di dalam gereja maupun orang-orang yang di luar gereja. Pelayanan diakonia yang dilakukan gereja harus meruntuhkan tembok pemisah, sehingga si kaya dan si miskin menjadi saudara dalam Tuhan dan saling menolong. Gereja tidak boleh berkompromi dengan kebenaran, karena hal itu bisa menjadi batu sandungan. Orang-orang percaya harus berjuang hidup sesuai dengan imannya. Memang tidak mudah menjadi pengikut Kristus yang sejati, tapi dalam ketidaksempurnaan ini, gereja harus bergantung sepenuhnya kepada Tuhan dan tetap melakukan yang terbaik.

Meruntuhkan kemunafikan dalam gereja, menjadi salah satu faktor yang penting dalam meruntuhkan tembok pemisah. Kemunafikan membuat jemaat akan terpecah dan merasa tidak ada kejujuran dan sulit untuk percaya kepada yang lain. Hal ini berlarut-larut membuat ketidakpercayaan kepada gereja itu sendiri. Kalau seseorang menjauhi gereja apapun alasannya, maka kemungkinan dia bertumbuh dalam iman sangat kecil, karena seburuk apapun gereja itu adalah satu komunitas Kristen. Saint John of the Cross menulis, “Jiwa yang saleh yang sendirian…itu seperti batubara yang sendirian. Batubara itu akan menjadi lebih dingin daripada menjadi lebih panas.” Kekristenan tidak hanya sekendar masalah intelektual dan iman pribadi. Kekristenan hanya dapat hidup di dalam suatu komunitas.4 Karena itu, Gereja harus mencari dan mengajak orang-orang Kristen yang tidak pernah datang ke gereja untuk bergabung dalam komunitas gereja

Misi gereja juga meluas untuk menjangkau kebutuhan dari orang-orang yang ada disekelilingnya. Melayani orang lain akan menyebabkan orang percaya tidak banyak berpikir tentang melayani diri sendiri, karena melayani orang lain memberi kepuasan bagi jiwanya. Allah mengasihi manusia, bukan karena manusia layak tetapi karena Dia adalah Allah anugerah. Andaikan gereja dapat mengkomunikasikan anugerah ini kepada seluruh dunia yang dipenuhi dengan persaingan, maka gereja akan menjadi tempat orang-orang berkumpul tanpa paksaan, seperti pengembara yang berada disekitar oasis. Sesudah mengalami anugerah Allah, orang-orang percaya harus menyebarkannya kepada orang lain, secara gratis, tidak ada maksud lain, sebagaimana anugerah itu sendiri. Gereja seharusnya adalah suatu tanda baru yang sama sekali berbeda dengan tingkah laku dunia dan pengharapan adalah satu yang sangat kontradiksi dengan yang diberikan dunia.


Kekuatan Melalui Kelemahan

Gereja yang terdiri dari manusia yang belum sempurna menjadikan orang-orang berdosa merasa aman datang ke gereja. Kasih yang ditunjukkan oleh manusia-manusia yang cacat namun sudah diselamatkan ini akan menjadi terang dan garam bagi orang berdosa. Gereja yang menyadari ketidaksempurnaannya akan membuat gereja tersebut sangat mengandalkan pekerjaan Roh Kudus dalam pelayanan yang dilakukannya. Ketika sebuah gereja menghindari pelayanan karena akan merasakan tantangan yang berat dan banyak kesulitan yang timbul untuk diselesaikannya, sebenarnya gereja itu sendiri yang menderita. Gereja yang demikian akan mengalami stagnasi dan tidak bertumbuh menjadi dewasa.

Gedungn gereja, fasilitas, susunan dewan pengurus yang dipenuhi dengan para usahawan yang cerdas, semuanya itu membuat kehidupan rutinitas gereja berjalan dengan lancar. Tetapi pertanyaan yang perlu digarisbawahi adalah, untuk apakah semua kelancaran itu? Kita harus melayani gelandangan, memberi bantuan kepada jemaat yang kesulitan, memikirkan pekerjaan yang bisa dilakukan oleh jemaat yang baru mendapat PHK, seperti yang dibuat Yesus. Dengan meneladani gaya pelayanan Yesus, Paulus berkata : “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Filipi 2:5-7).

Pola Alkitab yang dikenal dalam pelayanan yakni, jalan untuk menjadi kuat adalah melalui kelemahan. Yesus sangat sering dan berulang kali mengucapkan di dalam Injil bahwa kita menemukan hidup kita dengan kehilangan hidup itu sendiri. Kita kehilangan untuk melayani orang lain. Bagi mereka yang melayani, mereka mempunyai kesempatan untuk mempelajari belas kasihan, kemanusiaan, kesabaran, dan kualitas hidup lainnya. Tuhan Yesus sangat menghormati kebebasan manusia. Dia tidak memaksa mengubah seluruh isi dunia dalam seluruh masa hidup-Nya, atau menyembuhkan orang yang tidak siap untuk disembuhkan. Kita harus menyadari bahwa Allah yang menyelamatkan, maka kemudian kita akan menjadi bebas melayani dan memiliki hidup yang sungguh-sungguh rendah hati. Allah bekerja dengan sangat baik melalui orang-orang yang memiliki roh kerendahan hati dan rasa syukur.

Pelayanan adalah sebuah “panggilan” dan hanya pelayan yang efektif memberikan laporannya kepada Seseorang yang telah memanggilnya. Dia memerintahkan kepada kita untuk mengerjakan dengan perlahan-lahan dan dengan hati-hati apa yang sebenarnya Dia dapat lakukan dengan sempurna dan hanya dalam sekejap mata. GBKP Bandung Pusat juga adalah gereja Kristus, yang kepada-Nya Allah telah mendelegasikan tugas untuk mewujudkan Kehadiran Allah di dalam dunia ini. Segala upaya gereja dalam keterbatasannya adalah merupakan contoh dari delegasi Allah di muka bumi ini.



1 Dkn. P. Sinuraya, Diakonia GBKP, Diaken, yang kudengar kulihat kuterlibat serta harapanku untuk perelevansiannya, jilid 3, Untuk kalangan sendiri

2 Alamta Singarimbun, Raja Hemat purba, Pt. Em. Pena tarigan Gersang, Pt. Em. Cetak Peranginangin, Pt. PennohPhilips Kembaren, Stella Sembiring, 40 Tahun perdalanan GBKP Bandung, Untuk Kalangan Sendiri.


3 Philip Yancey, Gereja: Mengapa Dirisaukan?, Cipta Olah Pustaka, Bandung, 1998

4 ibid