NdCharo, Buku & Artikel

"Aku ingin menjadi seorang yang menulis karena berkembang, dan berkembang karena menulis" kutipan dari Santo Agustinus

Tuesday, February 26, 2008

Mau Kemanakah Generasi Karo Masa Depan ?

Beberapa kali aku bertanya kepada anak TK dan SD di Kabanjahe, mau jadi apakah mereka kalau sudah besar nanti. Banyak jawaban mereka ’TIDAK TAHU’. Ketika aku sedang bertamu ke rumah seorang saudara, anaknya laki-laki yang sedang duduk di kelas I SD sangat serius menonton TV. Aku usik dia dengan pertanyaan, ”Mau jadi apakah kalau sudah besar nanti?” ”Aku tidak tahu. Kan aku belum besar. Kita lihat nanti kalau sudah besar!” ”Apakah kamu tidak mau menjadi dokter atau pilot?” ”Apa enaknya menjadi dokter atau pilot?” responnya sambil terus tidak mengalihkan matanya dari layar kaca menonton sinetron.

Ketika bekerja di Banda Aceh sebagai trainer untuk memotivasi pemuda dan anak-anak korban tsunami, pertanyaan yang sama sering aku tanyakan. Hampir di semua barak-barak penampungan yang kami ajar, jawaban dari pertanyaan ”mau jadi apa kalau sudah besar” akan terdengar sama. Sudah ada semacam kosa kata yang sama yang akan digunakan oleh anak-anak untuk menjawab cita-cita mereka. Cita-cita mereka tidak akan jauh-jauh dari menjadi tentara atau polisi, dan hanya sedikit yang akan menjadi dokter atau perawat, dan yang lain-lain. Hal itu sangat aku maklumi karena mereka sejak kecil sudah hidup dalam ketakutan karena konflik yang berkepanjangan. Mereka sering mendengar suara tembakan dan menyaksikan korban peluru nyasar. Sehingga menjadi tentara atau polisi yang bisa memiliki senjata akan memberikan rasa aman bagi mereka.

Fenomena apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan orang Karo dalam hal pendidikan? Apakah orang tua muda saat ini yang punya anak Balita, TK atau SD sudah sangat jarang menanyakan cita-cita anaknya? Sehingga anak kecil itu tidak pernah terpikir untuk menjadi apa di masa yang akan datang? Mungkinkah ini yang membuat anak-anak semakin malas untuk belajar. Mereka tidak tahu apa gunanya belajar. Anak yang masuk TK hanya tahu supaya bisa masuk SD mereka harus sudah bisa membaca dan menulis. Banyak anak-anak tidak menemukan model yang bisa ditiru dalam hal membaca di rumah. Selain itu tujuan dan manfaat bisa membaca dan menulis itu tidak pernah meresap ke dalam diri anak. Malas membaca bukan hal yang asing lagi bukan? Bahkan itu sudah menjadi budaya masyarakat kita yang perlu didobrak. Tanpa punya tujuan dan harapan akan masa depan yang dia cita-citakan, siapakah yang mampu hidup disiplin dan berjuang dalam hidup ini.

Kalau kita mengamati, saat ini banyak sekali anak-anak dan pemuda Karo yang putus sekolah. Alasan tidak lanjut study kebanyakan bukan karena tidak ada uang sekolah. Kemalasan, tidak punya semangat dan juga tidak termotivasi sedikitpun untuk belajar adalah faktor yang paling utama. Mau kemanakah orang muda Karo di era informasi ini?

Sebagai pengajar, aku sering merenungkan tentang kondisi ini.

Dengan globalisasi, izajah SMU tidak akan berarti. Kita hanya akan tetap menjadi pekerja-pekerja yang mengandalkan tenaga fisik dan juga melakukan bisnis yang tradisional. Era informasi dan globalisasi pasti akan menciptakan peluang-peluang besar bagi mereka yang siap dan mampu untuk memanfaatkannya. Perdagangan juga semakin tanpa batas. Oleh karena itu, kemajuan dan keunggulan masa depan sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing. Ketidakmampuan berarti kemunduran bahkan mungkin kehancuran.

Tapi kenyataannya, SDM kita sedikitpun tidak berbenah bahkan bisa dikatakan tidak peduli dengan kemajuan dan perubahan yang sedang terjadi. Anak-anak pulang sekolah lebih banyak bermain Play Station, pemuda bersarang di bilyard yang bertaburan di lingkungannya. Anak yang menghabiskan banyak waktunya bermain play station mungkin hanya tahu bahwa dunia ini adalah play station. Pemuda yang menghabiskan banyak waktu di bilyard tanpa pernah belajar pelajarannya dengan serius akan melihat bahwa dunia ini hanya sebatas meja bilyard. Dunia tidak hanya play station atau bilyard tetapi sudah waktunya orang muda dan anak-anak dibuka matanya bahwa dunia ini sangat luas dan banyak sekali pilihan di dalamnya. Orang tua sudah saatnya mulai lebih tanggap dengan masalah ini. Terutama yang di Tanah Karo dan juga di desa-desa karena ketinggalan itu semakin nyata. Bahkan semangat meninggalkan kampung untuk sekolah tinggi sepertinya sudah asing bagi sebagian pemuda desa.

Kita harus mengakui kalau pengangguran sangat tinggi di negara ini. Tetapi itu bukan berarti kita menjadi pesimis dan malas belajar. Mungkin sekali orang yang menganggur itu adalah yang memang waktu kuliah juga tidak serius menjalani prosesnya. Mahasiswa Indonesia dekat sekali dengan budaya nyontek, kebut semalam, bahkan membayar dosen biar lulus, bukan? Wajarkan kalau SDM kita kurang sekali kualitasnya. Budaya kerja keras hampir tidak nyata di kehidupan orang muda. Hidup instan membuat kita begitu malas dan juga tidak mampu sedikitpun berjuang untuk melakukan yang terbaik sekalipun itu untuk diri sendiri.

Sekolah itu perlu untuk membangun dasar jika punya cita-cita dan tujuan. Cita-cita dan tujuan ini harus sudah dimulai sejak kecil. Perhatian keluarga dengan sering bertanya mau menjadi apa kalau sudah besar akan menolong anak memiliki mimpi masa depan. Anak yang memiliki mimpi masa depan tidak akan berhenti sekolah ketika masih SD. Semakin banyak anak SD, SMP dan SMA yang putus sekolah karena malas, aku pikir ini seperti kutukan yang akan kita lihat dampaknya sepuluh atau dua puluh tahun mendatang.

Beberapa teman-teman PERMATA di Medan berkumpul membuat kelompok dengan nama “Kandu-Kandu” untuk menolong mencarikan beasiswa bagi anak-anak SD jemaat GBKP yang putus sekolah. Kelompok ini sudah dibentuk lebih setahun yang lalu. Ketika saya menanyakan apakah sudah ada anak yang mereka tolong, jawaban mereka sangat membuat hati miris. Karena mereka sulit menemukan anak yang sangat membutuhkan bantuan. Kenyataan lebih banyak anak putus sekolah bukan karena tidak ada biaya, tetapi karena sejak kecil si anak sudah tidak mau sekolah. Mengetahui kondisi ini yang terpikir olehku bukan kelompok PERMATA yang punya hati mencari bantuan beasiswa, tetapi yang mau memperhatikan dan memotivasi anak-anak supaya menjadi anak yang memiliki cita-cita dan berprestasi.

Penyiapan SDM menghadapi era informasi dan globalisasi sangat penting dan sangat menentukan. Kemajuan ini menuntut manusia-manusia dengan ketahanan iman, moral dan pribadi yang tangguh, keahlian dan kemampuan yang tinggi, daya kreasi dan daya cipta yang hebat, wawasan yang luas, produktivitas, efisiensi dan disiplin yang tinggi, agar mampu menjadi pengendali, pelaku yang kompetitif dalam era informasi dan globalisasi. Oleh karena itu, kita tidak ada pilihan lain daripada bekerja keras, berjuang dan berbuat yang terbaik untuk meningkatkan kualitas diri sejak kecil. Kalau tidak, kita akan ketinggalan.

Friday, February 15, 2008

, Anda akan memiliki kesanggupan untuk mengetahui bahwa substansi meja itu dari kayu.

Dunia disekitar kita terdiri dari miliaran objek dengan berbagai warna dan bentuk. Dunia yang diluar kita sering kontak dengan dunia yang ada di dalam kita. Alat yang menghubungkan dunia luar dan diri kita adalah panca indra. Kalau seseorang telah kehilangan fungsi panca indranya,ia akan sulit menyalurkan apa yang ada didunia luar masuk ke dalam dirinya. Dunia ini memiliki berbagai warna. Tetapi kalau seseorang tidak memiliki mata, maka berbagai macam warna itu tidak masuk ke dalam dirinya, dan ia tidak akan memahami keindahan semuanya itu, karena ia tidak memiliki kemampuan untuk mensubstansiasi warna-warna itu.

Setiap hari kita masing-masing mensubstansiasi sesuatu. Saya dapat melihat tuan A duduk disana, saya mendengar HP berdering, saya dapat menikmati enaknya makan siang pake BKP, dan banyak lagi.

Alkitab memberitahukan banyak hal kepada kita. Tadinya hal-hal tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan kita, terpisah diluar kita. Kita sebut hal-hal itu sebagai hal-hal rohani. Sekarang, bagaimana kita dapat mensubstansiasi hal-hal rohani ke dalam kita? Dalam perkara inilah IMAN berperan.

Iman adalah satu organ yang sangat penting, seperti halnya mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium. Iman adalah organ untuk mensubstansiasi segala perkara rohani ke dalam kita. Tanpa Iman, segala perkara rohani akan seperti tidak ada bagi kita.

Apakah perkara-perkara rohani itu ada? Anda tidak dapat memastikannya dengan pancaindra Anda! Allah telah mencakupkan kita semua di dalam Kristus, kita mati bersama Kristus. Segala dosa kita telah ditanggung oleh Kristus. Kristus mati dan bangkit. Dapatkah Anda mensubstansiasikan hal-hal itu dengan pancaindra Anda? Dalam hal ini pancaindra kita sama sekali tidak berguna. Mata kita seperti buta, telinga kita seperti tuli, semua indra perasa kita tumpul. Kalau hanya mengandalkan panca indra, maka kesimpulannya adalah tidak ada ALLAH.
IMAN adalah satu indra yang diluar pancaindra kita. Persoalannya sekarang, apakah kita mempergunakannya atau tidak !

Sebenarnya, yang dilakukan pancaindra kita adalah menerima. Telinga menerima suara melalui pendengaran. Mata menerima warna melalui penglihatan. Pancaindra kita menerima segala perkara dunia luar ke dalam kita.

Iman adalah menerima. Allah berfirman, Kristus telah mati untuk dosa-dosa kita. Bila Anda percaya, Anda segera menerima ini ke dalam diri Anda. Dengan Iman, pemberesan manusia lama. Anda terima ke dalam diri Anda. Fakta-fakta lainnya seperti kebangkitan, mendapatkan hidup baru, dan sebagainya, semuanya diterima ke dalam diri Anda demi iman. Meskipun tidak tahu bagaimana hal itu masuk ke dalam diri Anda, kalau Anda pecaya kepada firman Allah, maka segala yang telah Allah lakukan akan masuk ke dalam diri Anda. Inilah daya fungsi iman.